Gangguan pendengaran seringkali menyebabkan perubahan pada kehidupan penderitanya. Oleh karena itulah, deteksi dini gangguan pendengaran sangat penting untuk dilakukan.
Penderita gangguan pendengaran seringkali tidak menyadari jika dirinya mengalami masalah pada pendengaran mereka, terutama apabila gangguan pendengaran terjadi pada anak kecil.
Gangguan Pendengaran pada Anak Kecil
Gangguan pendengaran dapat terjadi pada siapa pun. Bahkan gangguan pendengaran ini juga bisa dialami oleh bayi yang baru lahir.
Gangguan pendengaran yang terlambat disadari dapat memberikan dampak negatif pada anak kecil. Tidak hanya berdampak pada perkembangan bahasa dan komunikasi anak, gangguan pendengaran yang terlambat disadari ini juga dapat berdampak pada perkembangan sosial dan emosi anak, mental health, hubungan dengan anggota keluarga, pendidikan, pencapaian, bahkan ekonomi.
Kini banyak negara-negara maju yang telah menerapkan deteksi dini gangguan pendengaran. Ketika proses skrining pendengaran pada usia dini ditindaklanjuti dengan penilaian, penanganan, dan dukungan yang tepat pada anak dan keluarga, maka anak dengan gangguan pendengaran bisa mengalami perkembangan yang meningkat.
Akan tetapi, di beberapa negara berkembang, gangguan pendengaran pada anak ini tidak bisa diidentifikasi lebih dini hingga mereka akhirnya memasuki sekolah dasar. Sebuah penelitian pada anak-anak di Trinidad-Beni, Bolivia yang terlahir tuli, menunjukkan bahwa hanya kurang dari 8% yang dapat didiagnosa sebelum usia 2 tahun. Kebanyakan anak tuli di tempat ini baru terdiagnosa setelah berusia 8 tahun untuk anak perempuan dan 10 tahun untuk anak laki-laki.
Hambatan Deteksi Dini Gangguan Pendengaran di Negara Berkembang
Hambatan untuk melakukan deteksi dini gangguan pendengaran mungkin berbeda untuk setiap negara. Namun, ada beberapa hambatan yang umum mungkin terjadi.
Manfaatkan Fasilitas Coba alat bantu dengar dari Brilliant Hearing ini Yuk !!!
Apa saja itu? Berikut ini adalah penjelasannya.
1. Gangguan Pendengaran Bukanlah Prioritas Utama
World Health Organization (WHO) menganggap jika gangguan pendengaran sebagai public health emergency atau keadaan darurat kesehatan masyarakat karena kasus ini memiliki prevalensi global mencapai 5,3%.
Akan tetapi, beberapa orang menganggap jika gangguan pendengaran bukanlah prioritas yang terlalu penting sebab gangguan pendengaran tidak menyebabkan kematian. Padahal mereka tidak menyadari jika gangguan pendengaran dapat memberikan dampak yang sangat besar pada kehidupan masyarakat.
2. Kurangnya Tenaga Ahli
Sumber daya finansial yang terbatas untuk melengkapi layanan neonatal dan layanan pediatrik untuk tes pendengaran juga menyebabkan gangguan pendengaran lebih sulit dideteksi lebih dini pada negara berkembang.
Selain itu, deteksi dini gangguan pendengaran juga sulit dilakukan karena kurangnya tenaga perawatan telinga dan pendengaran serta kurangnya pelatihan profesional pada tenaga kesehatan yang sudah terlibat dalam skrining bayi baru lahir dan anak-anak prasekolah.
3. Kurangnya Kesadaran
Hambatan ketiga yaitu kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk melakukan deteksi dini gangguan pendengaran. Orang tua mungkin tidak menyadari bahwa deteksi dini gangguan pendengaran ini dapat membuat perbedaan pada kehidupan anak.
Masyarakat biasanya juga cenderung menunggu layanan kesehatan untuk mengambil tindakan dalam memeriksa gangguan pendengaran. Selain itu, kurangnya deteksi dini gangguan pendengaran juga bisa disebabkan karena tenaga kesehatan yang merawat bayi baru lahir dan anak-anak prasekolah tidak mengetahui manfaat skrining telinga dan pendengaran.
4. Kurangnya Layanan Pendukung
Negara berkembang juga masih kekurangan tenaga kesehatan telinga dan pendengaran untuk mendukung anak-anak dengan gangguan pendengaran.
Selain itu, di negara berkembang juga masih kurang dalam layanan pendidikan prasekolah untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran. Kebanyakan negara yang masih berkembang tidak menawarkan pendidikan khusus hingga sekolah dasar.
Beberapa negara berkembang juga masih kurang dalam sistem jaringan rujukan dan rujuk balik yang efisien. Padahal, jaringan kesehatan yang fungsional sama pentingnya dengan penyediaan layanan itu sendiri.
Skrining Gangguan Pendengaran
Untuk melakukan deteksi dini gangguan pendengaran, ada dua metode skrining yang bisa dilakukan. Kedua metode tersebut digunakan untuk skrining pendengaran pada bayi baru lahir dan bayi.
1. Automated Otoacoustic Emissions (AOAE)
Ada dua jenis emisi otoakustik yang dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran, yaitu Transient Evoked Otoacoustic Emissions (TEOAE) dan Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE). Kedua jenis emisi otoakustik tersebut dapat digunakan untuk skrining pada bayi baru lahir hingga anak usia prasekolah.
Pemeriksaan AOAE akan mengukur integritas sel rambut luar di dalam rumah siput yang menghasilkan suara dengan intensitas rendah sebagai respons terhadap bunyi klik yang dipaparkan ke telinga. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara merekam respons sel rambut luar terhadap suara yang dipaparkan ke liang telinga melalui earphone.
Peralatan pada pemeriksaan ini akan memberikan hasil ‘lulus’ atau ‘rujuk’ dengan menggunakan algoritma yang telah diprogram sebelumnya. Pasien yang dirujuk akan menjalani pemeriksaan audiologi untuk mengetahui tingkat pendengaran. Kemudian hasil pemeriksaan akan disimpan dalam memori mesin untuk diunggah secara berkala ke komputer.
Alat yang diperlukan dalam skrining AOAE adalah mesin skrining OAE otomatis yang dapat dipegang dengan tangan.
2. Automated Auditory Brain-stem response (AABR)
Metode skrining ini menggunakan layar elektro fisiologis dari fungsi jalur pendengaran dari saraf pendengaran hingga batang otak. Sebuah suara akan disalurkan ke dalam saluran telinga anak dan akan direkam oleh elektroda yang ditempatkan di kepala anak. Untuk melakukan skrining ini, sebaiknya anak dalam kondisi tenang atau tertidur.
Dibandingkan tes AOAE, tes AABR membutuhkan waktu yang lebih lama. Peralatan yang dibutuhkan adalah mesin ABR otomatis yang dapat dipegang dengan tangan. Alat ini memiliki harga dua kali lipat lebih mahal dibandingkan mesin OAE.
Kedua metode di atas dapat digunakan untuk skrining gangguan pendengaran. Akan tetapi, skrining AOAE tidak dapat mendeteksi Auditory Neuropathy Spectrum Disorder (ANSD) yang merupakan gangguan pendengaran saraf. Namun, dibandingkan pemeriksaan AABR, pemeriksaan AOAE lebih murah dan lebih cepat.
Di beberapa negara, pemeriksaan OAE digunakan untuk menyaring semua bayi yang sehat. Sedangkan bayi yang membutuhkan perawatan neonatal intensif akan disaring dengan menggunakan pemeriksaan AOAE dan AABR.
Manfaat Deteksi Dini Gangguan Pendengaran
Deteksi gangguan pendengaran yang lebih dini, yaitu yang digunakan sebelum anak berusia 6 bulan, akan memberikan dampak positif untuk anak dengan gangguan pendengaran. Berikut ini adalah manfaat melakukan deteksi dini gangguan pendengaran.
- Anak memiliki kemampuan bicara dan bahasa yang lebih baik, serta keberhasilan dalam pendidikan.
- Penyebab gangguan pendengaran dapat diidentifikasi lebih dini sehingga dapat ditangani dengan tepat.
- Sistem pendengaran anak dapat berkembang lebih baik.
- Orang tua dapat ditawari konseling genetik (apabila relevan), terutama jika mereka merencanakan untuk memiliki lebih banyak anak.
- Anak akan terus mendapatkan manfaat jangka panjang, baik dalam sosial, psikologis, pendidikan, dan profesional.
Penutup
Deteksi dini gangguan pendengaran sangat penting untuk dilakukan. Dengan deteksi lebih dini, kondisi kesehatan pendengaran akan diketahui dan apabila terdapat gangguan pada pendengaran, metode perawatan dan penanganan yang tepat dapat segera dilakukan.
Bagi Anda yang sedang mencari alat bantu dengar, Anda bisa mengunjungi pusat jual alat bantu dengar. Ada banyak pilihan alat bantu dengar dengan harga terjangkau. Dengan mengedepankan kualitas, alat bantu dengar disini dirancang untuk memberikan kualitas suara yang luar biasa dan tentunya mudah dioperasikan oleh penggunanya.